PESTISIDA BIORASIONAL AGONAL UNTUK PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN BAWANG MERAH
Jarek Putradi, Penyuluh Pertanian Madya Kabupaten Badung
Hama dan penyakit tanaman yang terus berkembangmenjadi tantangan para petani dalam pengendaliannya.Para petani, praktisi dan ahli pertanian selalu mencari alternatif pengendalian yang efektif dan ramah lingkungan. Salah satu yang dapat dijadikan alternatif untuk pengendalian penyakityakni dengan penggunaan pestisida biorasional,karena pengendalian hama dan penyakit dengan cara ini, termasuk dalam kategori pengendalian yang ramah lingkungan.
Pestisida biorasional agonal juga sering digunakan untuk pengendalian Spodoptera exigua dan untuk menekan perkembangan penyakit moler pada bawang merah. Pembuatan dapat dilakukan dengan cara sederhana/tradisional, sejalan dengan kegiatan persiapan penanaman bawang merah (Stoll, 1986 dalam Suryaningsih, E., 2008). Untuk setiap luasan 1 ha, 1 bagian berat (bb) adalah 1 kg. Jadi meracik Agonal 866 artinya A. indica 8 kg + A. nardus 6 kg + A. galanga 6 kg. Semua bahan dicacah, dicampur, dan digiling halus, kemudian ditambah dengan 20 l air bersih, diaduk selama 5 menit, lalu suspensi diendapkan selama 24 jam. Suspensi disaring, larutan atau ekstrak kasar diencerkan sebanyak 30 kali dengan cara menambah air bersih sebanyak 580 liter, sehingga volume ekstrak menjadi 600 liter. Sebagai bahan perata ditambahkan 0,1 gram sabun atau deterjen per 10 ekstrak (6 gram per 600 liter ekstrak, untuk 1 ha pertanaman).
Pestisida biorasional ini disemprotkan ke seluruh bagian tanaman pada waktu pagi hari dan pada intensitas sinar matahari cerah. Interval aplikasi penyemprotan dilakukan setiap minggu. Aplikasi perlakuan pestisida pertama dilakukan saat gejala serangan hama/ulat Spodoptera exigua atau penyakit moler awal telah teramati.
Penelitian pengendalian penyakit moler pada bawang merah yang diduga disebabkan oleh Fusarium oxysporum menggunakan pestisida biorasional Agonal 866, 686, 668 dan perlakuan campuran bahan kimia insektisida Buldok 2.5 EC konsentrasi 0,25% dan fungisida Antracol 70 WP konsentrasi 2 gr/liter serta kontrol yaitu tanpa pestisida biorasional dan tanpa campuran pestisida dan fungisida sintetik, menunjukkan bahwa dari umur 20 - 55 hari setelah tanam, tingkat serangan penyakit moler pada seluruh perlakuan berbeda tidak nyata. Namun hal yang menarik bahwa perkembangan intensitas penyakit moler pada umur 27 – 55 hari setelah tanam menunjukkan bahwa perlakuan pengendalian dengan pestisida biorasional agonal dan perlakuan kimia/sintetik cenderung dapat menekan penyakit moler, bahkan perlakuan Agonal 866, 686 dan 668 menunjukkan intensitas serangan lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kimia/sintetik. Diduga ekstrak kasar yang dihasilkan pestisida biorasional Agonal mengandung senyawa-senyawa aktif yang dapat menekan perkembangan jamur Fusarium oxysporum.
Diantaranya ekstrak kasar dari daun Azadirachta indica (nimba) pada pestisida biorasional Agonal selain mengandung senyawa biotoksin quassinoid, limonoid dan terpenoid, juga mengandung senyawa azadirachtin bersifat biosida yang multi kerja, baik sebagai biotoksin (racun), pencegah makan (antifeedant), maupun penolak (repellent). Senyawa biotoksin azadirachtin berspektrum sangat luas dan memiliki model kerja mempengaruhi proses mitosis dan meiosis dengan jalan menghalangi sintesis DNA dan RNA pada proses perakitan mikrolubul. Oleh karena itu senyawa azadirachtin juga bersifat antiplasmodium, antivirus dan anticendawan karena mampu menghambat perkembangan sel. Senyawa biotoksin azadirachtin identik dengan benzimidazole, dan mengandung 17 komponen bioaktif lain yang berperan sebagai pestisida. Dengan demikian senyawa biotoksin azadirachtin juga dapat mengganggu proses metamorfosis serangga.
Demikian pula Andropogon nardus (serai wangi) mengandung berbagai macam biotoksin seperti sitrol, sitronela, geraniol, nerol, farnesol, metil heptenon dan juga dipentena. Farnesol adalah senyawa seskuiterpen yang bersifat sebagai toksik dan alergen. Kandungan yang paling besar adalah sitronela yaitu sebesar 35% dan geraniol sebesar 35 - 40%. Cara kerja senyawa sitronela mempunyai sifat racun dehidrasi (desiccant). Racun tersebut merupakan racun kontak yang dapat mengakibatkan kematian karena kehilangan cairan terus menerus. Serangga yang terkena racun ini akan mati karena kekurangan cairan. Selain itu mempunyai sifat penolak (repellent) dan bersifat sebagai insektisida, bakterisida, nematisida.
Sedangkan Alpinia galanga (lengkuas) mengandung senyawa aktif yang bermacam-macam seperti galangin, galangol, pinen, kamfer, metil sianat, eugenol, seskuiterpen dan sineol yang juga bersifat multi kerja, baik sebagai racun, pencegah makan, pengganggu proses perkembangan hidup maupun zat penolak. Cara kerja umum yang diketahui dari tumbuhan inidapat digunakan untuk mengobati penyakit reumatik, sakit limpa, nafsu makan, bronkhitis, morbili dan panu. Namun tumbuhan ini jugamempunyai sifat anti jamur dan menghambat pertumbuhan F. oxysporum, R. solanacearum, E. coli, Candida albicans. Tumbuhan ini juga dapat untuk mengendalikan belalang, kutu daun dan trips. Sulingan minyak lengkuas dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dan penyakit antraknose pada cabai.(Stoll, 1986 dalam Suryaningsih, E., 2008; Grainge dan Ahmed, 1988 dalam Hadisoeganda, A. Widjaja W., 2008).
Media
- 2018-12-18 10:40:00
- Oleh: badungkab
- Dibaca: 4719 Pengunjung