Kedepan, tantangan untuk memproduksi beras yang berkelanjutan semakin besar. Tantangan tersebut diantaranya semakin banyaknya jenis serangga dan penyakit serta aplikasi pestisida sembarangan, sementara disisi lain juga terjadi tekanan tinggi untuk peningkatan hasil dan penggunaan pupuk yang berlebihan. Masalah kekurangan air dan semakin sering terjadinya kekeringan, serta budidaya ekstensif di lahan marginal. Perubahan iklim merupakan kendala bagi petani yang memiliki lahan dan keuangan terbatas. Pola cuaca yang tak terduga membuat mereka bahkan lebih rentan terhadap kehilangan panen.
Masalah munculnya hama/serangga dan penyakit yang semakin parah di hampir semua sentra penghasil padi menyebabkan kehilangan hasil yang besar. Tiga penyakit utama padi, penyakit hawar daun bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae, blas yang disebabkan oleh Pyricularia grisea, dan penyakit hawar daun /busuk daun yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani, dianggap sebagai penyakit yang paling merusak di sebagian besar daerah penghasil padi. Tiga kelompok serangga; Penggerek batang padi (stemborer yellow Tryporyza incertulas dan stetas bergores Chilo suppressalis), Hama putih palsu (Marasmia patnalis dan Cnaphalocrocis medinalis), dan wereng (kebanyakan wereng coklat (BPH), Nilaparvata lugens], telah menjadi hama yang paling merusak. Untuk waktu yang lama, pengendalian penyakit dan serangga sangat bergantung pada aplikasi pestisida kimia intensif dan menciptakan pencemaran lingkungan yang serius, menyebabkan bahaya bagi kesehatan produsen dan konsumen, dan membunuh musuh alami yang mengakibatkan wabah hama.
Masalah lainnya adalah penggunaan pupuk. Tercatat telah terjadi peningkatan dramatis di seluruh dunia dalam aplikasi pupuk dalam 40 tahun terakhir. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aplikasi berlebih pemupukan khususnya Nitrogen (pupuk urea) tidak hanya mengurangi pengembalian ekonomi pupuk yang diterapkan dan menempatkan beban ekonomi yang berat pada petani, tetapi juga telah menghasilkan proses eutrofikasi pada air yang meluas. Selain itu, penggunaan pupuk Nitrogen sering mengurangi hasil gabah karena tanaman yang ditanam di bawah kondisi yang berlebih akan lebih rentan terhadap serangan dan kerusakan hama. Pupuk N yang berlebih juga menyebabkan kualitas makanan memburuk dan mudah rusak setelah dimasak. Dengan demikian, mengembangkan tanaman yang kurang bergantung pada aplikasi pupuk yang berat sangat penting untuk keberlanjutan pertanian.
Ancaman cekaman kekeringan sering dialami daerah penghasil beras karena sejumlah alasan, termasuk variasi dalam pola curah hujan dari tahun ke tahun, distribusi curah hujan yang tidak merata di musim tanam padi, dan curah hujan yang tidak memadai di banyak daerah. Selain itu cukup banyak penanaman padi dilakukan di lahan marginal di mana produktivitas rendah karena kombinasi kendala seperti kesuburan tanah yang rendah, kekeringan, dan kondisi lingkungan yang merugikan lainnya. Selain itu, tingkat input di lahan marginal biasanya rendah.
Keempat kendala ini kemudian dijawab dengan dihasilkannya jenis Green Super Rice yang merupakan campuran dari 500 jenis varietas padi dan hibrida yang telah diketahui toleran kondisi ekstrim seperti kekeringan, terendam dan salinitas.
Melalui kerjasama IRRI, Chinese Academy of Agricultural Sciences, the Bill & Melinda Gates Foundation dan Litbang Pertanian tiap negara yang saling bekerjasama sehingga telah dilepas sebanyak 33 GSR varietas yang telah disesuaikan dengan kebutuhan dan siap diadopsi oleh petani di Asia diantaranya Bangladesh, Sri Lanka, Pakistan, Indonesia, Laos, Cambodia, Vietnam, dan Philippina, dan Afrika diantaranya Rwanda, Uganda, and Mozambique.
Di Indonesia, Kementerian Pertanian telah melepas dua varietas padi GSR pada tahun 2016, yaitu Inpari 42 Agritan GSR dan Inpari 43 Agritan GSR. Pelepasan dua varietas tersebut tertuang melalui SK Menteri Pertanian berturut-turut No. 372/Kpts/TP.010/6/2016 dan 369/Kpts/TP.010/6/2016.
Inpadi 42 dan 43 Agritan GSR memiliki potensi hasil sekitar 10 ton/hektar pada beberapa lahan uji multi lokasi dengan ketahanan yang relatif baik terhadap blas dan HDB. Kedua varietas padi ini terbukti ampuh menahan hama wereng cokelat dan kekeringan. Varietas ini pernah diuji coba dalam kondisi serangan hama wereng cokelat di Karawang, Indramayu, Cilacap, Banyumas, dan Kebumen. Selanjutnya, petani setempat berminat terus menanam kedua varietas tersebut secara luas. Kedua varietas GSR ini, juga memiliki hasil beras (randemen) tinggi yakni lebih dari 65%.
Penampilan kedua varietas memiliki kekhasan antara lain daun bendera yang relatif panjang, besar dan tegak serta butiran biji padi yang tertata rapat dalam malainya. Varietas tersebut juga telah melalui dicoba sebagian petani di lahan sawah irigasi, tadah hujan, dan rawa di beberapa daerah. Pengujian varietas-varietas tersebut di lokasi yang baru dianjurkan pada skala kecil untuk uji coba kesesuaian varietas pada kondisi spesifik setempat terlebih dahulu, dan dapat ditingkatkan luasannya sesuai dengan keyakinan kesesuaiannya di setiap daerah.
Inpari 42 Agritan GSR
Inpari 42 Agritan GSR merupakan jenis padi Indica (cere) hasil persilangan dari tetua Huangxinzhan/Fenghuazhan. Umur panen varietas ini kurang lebuh 112 hari. Memiliki bentuk gabah ramping dengan tingkat kerontokan medium. Tekstur nasinya pulen dengan kadar amilosa 18,84%. Potensi hasil hingga 10.58 ton per hektar denga rata-rata hasil 7,11 ton per hektar.
Keunggulan lain Inpari 42 Agritan GSR diantaranya, pada fase generatif agak tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III, rentan strain IV, dan agak rentan strain VIII, tahan terhadap penyakit blas daun ras 073, agak tahan terhadap ras 033 dan rentan terhadap ras 133 dan 173. Selain itu, Agak tahan terhadap hama wereng batang coklat biotipe 1 dan Agak Rentan terhadap biotipe 2 dan 3, rentan terhadap virus tungro varian 033 dan 073. Inpari 42 Agritan GSR dianjurkan ditanam pada lahan sawah dengan ketinggian 0-600 meter diatas permukaan laut.
Inpari 43 Agritan GSR
Inpari 43 Agritan GSR merupakan jenis padi Indica (cere) hasil persilangan dari tetua WuFengZhan/IRBB5//WuFengZhan. Umur panen varietas ini kurang lebuh 111 hari. Tekstur nasinya pulen dengan kadar amilosa 18,99%. Potensi hasil Inpari 43 AGritan GSR lebih rendah jika dibandingkan Inpari 42 Agritan GSR, yaitu 9,02 ton per hektar denga rata-rata hasil 6,96 ton per hektar.
Inpari 43 Agritan GSR memiliki ketahanan terhadap beberapa hama penyakit, diantaranya, pada fase generatif tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III, agak tahan terhadap HDB patotipe IV dan VIII, tahan terhadap blas daun ras 073, 0133, agak tahan ras 033 dan rentan ras 173. Serta agak rentan terhadap wereng batang coklat biotipe 1, 2, dan 3. Inpari 43 Agritan GSR dianjurkan ditanam pada lahan sawah subur dan kurang subur dengan ketinggian 0-600 meter diatas permukaan laut termasuk pada daerah endemik HDB dan blast.
Media
- 2018-10-26 10:05:00
- Oleh: badungkab
- Dibaca: 4344 Pengunjung